Nota Kecil Dari Gaza
without comments
Pagi ini tembok ditanam Yahudi semakin meninggi
ada kesumat di dalamnya, ada api ada darah
mengambus suara manusia kami yang bersepah.
Biarkan, kata ibu, kerana doa kita juga kian
meninggi, itu rindu
yang mengalir di lantai langit.
Berdoalah, jangan untuk manis kehidupan
tetapi untuk pekat kematian,
kerana nafas kita ini
biarlah berakyat di negeri fi sabilillah
nanti kita hirup harmoninya
dingin angin di sana.
Mereka datang dengan raifal di tangan
melukis-lukis sempadan di raut pasir.
(Di sana ladang mereka, di sini lahad kami)
Alhamdulillah, kata ibu, alangkah di sini debunya
lebih harum, kebunnya lebih subur
disiram darah dan cinta seluruh kita
iman kita tidak pernah terbunuh di sini.
Tanamlah hati di bawah negeri subur ini
biar bertumbuh jadi pohon tinggi
betapa nanti kita akan petik bersama buahan rezeki
di kerajaan sana bernama abadi.
Saat ibu pergi,
memeluk maut dengan senyuman yang manis,
pesan akhir ibu, tanah ini adalah amanah
biarlah tertulis nama kita di atas pasirnya
kalaupun hari ini tiada siapa yang membacanya
di sana nanti
pasti akan disebut-sebut
oleh Kekasih
yang tidak pernah melupakan
seberkas doa yang pernah kita karangkan.
Pagi ini tembok yang ditanam Yahudi
semakin meninggi
begitu juga rindu kami
yang semakin menyerbaki.
Note: Weblog Grup Karyawan Luar Negara
(http://gkln.blogspot.com)
Fahd Razy
20 Februari 2006
Dublin, Ireland
0 comments:
Post a Comment